Friday, June 01, 2007

Renungan

Aku memohon kekuatan, dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk membuatku kuat. Aku memohon kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan. Aku memohon kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja. Aku memohon keberanian, dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon cinta, dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku mohon berkah dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh apapun yang aku inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan. Sumber: Motivasi Net BELANJA DI "TOKO KEBAHAGIAAN" Seorang muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan bertanya, ''Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan?'' Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab, ''Kira-kira sepuluh tahun.''
Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut, ''Begitu lama,?'' tanyanya tak percaya. ''Tidak,'' kata si orang bijak, ''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.'' Anak muda itu bertambah bingung. ''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya keheranan. Orang bijak kemudian berkata, ''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''
Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas? Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya, semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?
Lantas, bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan? Sebagaimana yang telah banyak disampaikan, kebahagiaan hanya akan dicapai kalau kita mau melakukan pencarian ke dalam. Namun, itu semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma. Anda harus mau membayar harganya.
Agar lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko. Nama toko itu adalah ''Toko Kebahagiaan.'' Di sana tidak ada barang yang bernama ''kebahagiaan'' karena ''kebahagiaan'' itu sendiri tidak dijual. Namun, toko ini menjual semua barang yang merupakan unsur-unsur pembangun kebahagiaan, antara lain: kesabaran, keikhlasan, rasa syukur, kasih sayang, kejujuran, kepasrahan, dan rela memaafkan. Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.
Tetapi, berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi. Yang dijual di sini adalah benih. Jadi, kalau Anda tertarik untuk membeli ''kesabaran'' Anda hanya akan mendapatkan ''benih kesabaran.'' Karena itu, segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus berusaha keras untuk menumbuhkan benih tersebut sampai ia menghasilkan buah kesabaran.
Setiap benih yang Anda beli di toko tersebut mengandung sejumlah persoalan yang harus Anda pecahkan. Hanya bila Anda mampu memecahkan persoalan tersebut, Anda akan menuai buahnya. Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya. ''kesabaran tingkat 1,''misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas, atau pengemudi bus yang ugal-ugalan. ''Kesabaran tingkat 2'' berarti menghadapi atasan yang sewenang-wenang, atau kawan yang suka memfitnah. ''Kesabaran tingkat 3'', misalnya, adalah menghadapi anak Anda yang terkena autisme.
Menu yang lain misalnya ''bersyukur.'' ''Bersyukur tingkat 1'' adalah bersyukur di kala senang, sementara ''bersyukur tingkat 2'' adalah bersyukur di kala susah.
''Kejujuran tingkat 1,'' misalnya, kejujuran dalam kondisi biasa, sementara ''kejujuran tingkat 2'' adalah kejujuran dalam kondisi terancam.
Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.
Setiap produk yang dijual di toko tersebut berbeda-beda harganya sesuai dengan kualitas karakter yang ditimbulkannya. Yang termahal ternyata adalah ''kesabaran'' karena kesabaran ini merupakan bahan baku dari segala macam produk yang dijual di sana.
Seorang filsuf Thomas Paine pernah mengatakan, ''Apa yang kita peroleh dengan terlalu mudah pasti kurang kita hargai. Hanya harga yang mahallah yang memberi nilai kepada segalanya. Tuhan tahu bagaimana memasang harga yang tepat pada barang-barangnya.''
Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara berbeda. Kita akan bersahabat dengan masalah. Kita pun akan menyambut setiap masalah yang ada dengan penuh kegembiraan karena dalam setiap masalah senantiasa terkandung ''obat dan vitamin'' yang sangat kita butuhkan.
Dengan demikian Anda akan ''berterima kasih'' kepada orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena mereka memang ''diutus'' untuk membantu Anda. Pengemudi yang ugal-ugalan, tetangga yang jahat, atasan yang sewenang-wenang adalah peluang untuk membentuk kesabaran. Penghasilan yang pas-pasan adalah peluang untuk menumbuhkan rasa syukur. Suasana yang ribut dan gaduh adalah peluang untuk menumbuhkan konsentrasi. Orang-orang yang tak tahu berterima kasih adalah peluang untuk menumbuhkan perasaan kasih tanpa syarat. Orang-orang yang menyakiti Anda adalah peluang untuk menumbuhkan kualitas rela memaafkan.
Sebagai penutup marilah kita renungkan ungkapan berikut ini: ''Aku memohon kekuatan, dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk membuatku kuat. Aku memohon kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan. Aku memohon kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja. Aku memohon keberanian, dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon cinta, dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku mohon berkah dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh apapun yang aku inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan.''

WHAT WE SEE IS WHAT WE WANT TO SEE

Seorang psikolog amerika yang terkenal melakukan sebuah eksperimen luar biasa. Dia dan timnya memberikan sebuah tes IQ kepada seluruh murid di suatu sekolah sebelum akhir masa sekolah. Kemudian mereka memilih sepuluh siswa dan mengatakan pada setiap guru dari siswa itu, “Kesepuluh siswa ini akan berada di kelas Anda. Kami tahu dari tes mereka bahwa secara teknis mereka memang siswa yang cerdas. Anda akan melihat bahwa mereka semua akan menjadi yang teratas di dalam kelas mereka pada tahun ajaran berikutnya. Anda harus berjanji untuk tidak mengatakan hal ini kepada setiap murid, karena akibatnya akan merugikan mereka. ”Para guru itu pun berjanji untuk tidak mengatakan apa pun.
Kenyataannya adalah bahwa tak satu pun siswa dari daftar tersebut benar-benar cerdas. Kesepuluh anak itu pun hanya dipilih secara acak dan kemudian diserahkan pada guru.
Setahun kemudian para psikolog itu kembali ke sekolah tersebut. Mereka menguji seluruh siswa. Beberapa dari mereka yang dikatakan cerdas tersbut nilainya naik tiga puluh enam poin. Para psikolog itu mengadakan wawancara dan bertanya kepada para guru, “Menurut Anda bagaimana murid-murid ini?” Para guru itu segera menyahut dengan menggunakan kata-kata sifat seperti “pintar”, “dinamis”, “menyenangkan”, “menarik”, dan sebagainya.
Apa yang telah terjadi pada siswa-siswa tersebut seandainya para guru tidak berpikir bahwa mereka memang cerdas di kelas? Justru guru itulah yang telah mengembangkan seluruh potensi siswa-siswa tersebut. ---------------------------------------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------------------------------- Seseorang yang biasa sekalipun, jika ia dilatih, dimotivasi, dan dimaksimalkan, hasilnya akan seperti 10 siswa beruntung tadi. Meskipun ia dipenuhi keterbatasan. Kita lihat bagaimana seorang Thomas Alfa Edison, yang dianggap siswa lamban di kelasnya, akhirnya menjadi salah seorang penemu terbanyak di sejarah modern. Entah bagaimana jadinya jika ia diperlakukan seperti kesepuluh anak tadi, wah.. bisa bisa bom atom muncul lebih dulu sebelum jamannya einstein.
Kita lihat juga seorang Hellen Keller yang sudah tuli, bisu, buta lagi sejak dia berumur kurang dari 2 tahun. Sebagai seorang biasa, kita mungkin akan bingung bagaimana mengatasinya, bagaimana mengajarinya. Barangkali kita akan berpikir sebaiknya ia dibiarkan hidup, dimanja, dilayani, meski ia tidak akan tahu apa-apa sampai ajalnya. Namun tidak dengan orang-orang dekatnya. Mereka menemuan suatu cara mengkomunikasikan dengan anaknya lewat indra perabanya. Ia pun tidak dimaja, justru dididik dengan keras, hingga akhirnya kita tahu bahwa hellen keller, dengan segala keterbatasannya bisa menjadi seorang pengacara tenar dan penulis ternama di masanya.
IQ kita memang boleh biasa-biasa saja, namun jangan salahkan kita apabila suatu saat kita bisa melampaui seseorang yang dianggap paling jenius di negeri ini.
Jangan pernah menganggap anda adalah seorang rakyat kecil, hanya karena anda tidak punya kekuasaan atas orang disekitar anda.
Jangan pernah menganggap anda miskin hanya karena anda tidak bisa membiayai sekolah anda.
Dan Jangan pernah menganggap Anda bodoh, hanya karena anda kalah pintar dengan pesaing Anda. Ingat kata2 seorang Thomas Alfa Edison yang dahulu pernah dicap bodoh oleh guru-gurunya
"Keberhasilan itu hanya 1% kejeniusan. 99% -nya adalah kerja keras"
Anggaplah bahwa anda adalah orang yang besar (tidak harus dalam arti fisik tentu) yang mampu membawa orang disekitar kita menjadi lebih baik, orang yang sangat kaya sehingga mampu bersedekah, dan orang yang sangat pintar sehingga mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki. Namun tentu saja, janganlah Anda sombong dan Takabur hanya karena anda menganggap semua itu secara berlebihan. However, Allah is The Greatest.
Insya Allah, itu jualah yang akan dirasakan Anda dan orang-orang disekitar Anda.
Kondisikanlah orang-orang disekitar Anda untuk menganggap anda sebagai orang yang lebih, dan kelebihan itu kelaman akan muncul dalam diri anda dengan lebih cepat dari sebelumnya. Jika anda tidak bisa mengkondisikan orang-orang disekitar Anda untuk menganggap anda seperti para guru diatas menganggap sepuluh siswa beruntung, alihkan guru itu dan siswa itu menyatu dalam diri Anda. Anda adalah seorang guru yang menganggap diri anda juga sebagai murid yang pandai. Insya Allah, kepandaian itu juga akan datang asalkan anda juga belajar tentu.
(Story from “Berjalan di Atas Air”) Toni Tegar- iloveblue Sumber: Motivasi Net